Penerjemah: Musyfiqur Rahman
Judul Asli: "Alâ Ghair Mau'id
Dari Buku: Qâlat
Karya: Faruq Juwaidah
Kutahu duhai sayang, bahwa penderitaan kita sungguh
tak terkira dan sisa-sisa impian kita
sedikit demi sedikit mulai sirna. Kutahu bahwa kita sedang hidup pada suatu
masa yang asing. Di sana kita dapat melakukan apa saja. Kutahu bahwa zaman kita
lebih kikir untuk sekedar memberi kita sesaat keindahan yang baru. Kita tiada
henti meraba-raba di sepanjang gang, mengharapkan impian baru dalam sebuah
zaman kebakhilan. Gumpalan-gumpalan asap mengejar-ngejar kita pada setiap
terbitnya mentari pagi.
Angin
sejuk musim semi yang telah berlalu sesekali berhembus sambil mengingatkan kita
akan usia yang telah berlalu dan kita tidak punya kuasa untuk mengembalikannya
lagi. Aku tahu bahwa malam-malam musim dingin membawa kesedihan hari-hari kita
dan inilah diri kita, telah membiarkan satu tahun usia kita berlalu. Inilah tahun
yang secara diam-diam berlalu dengan rasa penuh malu pada diri kita, telah
mengumumkan kepergiannya. Ia tidak akan pernah kembali dan tidak akan pernah
kau lihat lagi.
Kemarilah dan kita salami ia, mari kita kelilingi keindahan-keindahannya sebelum ia benar-benar pergi. Marilah kita berusaha untuk mengembalikannya bersama beberapa kenangan kita sebelum ia benar-benar berlalu. Kelak kita akan duduk. Barangkali kita akan duduk bersama atau barangkali kita akan duduk sendiri-sendiri sambil mengingat kembali catatan harian kita masing-masing.
Pada
tahun ini kita akan mengingat sesuatu yang berharga. Kita akan ingat bahwa kita
telah saling bertemu di bawah bayang-bayangnya. Kita tertawa bersama dan
menggantungkan impian kita yang masih tersisa. Pada tahun ini kita lihat cahaya
mentari yang indah dan kita lihat pula senja yang jauh lebih indah.
Tahun
ini telah memberi kita suatu kehangatan, meski hari-hari kita sudah lama pergi.
Kita akan menyimpan ingatan bahwa tahun ini telah banyak memberi kita sesuatu yang
datang tanpa ditunggu-tunggu. Karena kebahagiaan paling indah adalah
kebahagiaan yang datang tanpa ditunggu-tunggu. Dan kesedihan paling buruk
adalah kesedihan yang juga datang tanpa ditunggu-tunggu.
Tahun
kita yang telah pergi, datang kembali dengan membawa banyak kenangan indah yang
juga datang tanpa ditunggu-tunggu. Impian-impian kita telah pudar. Detak
jantung kita terhenti. Hamparan hijau sekitar kita telah sirna. Hari-hari kita
tergantikan dengan mendung kesedihan yang mencekam. Pintu-pintu hati telah
tertutup. Lalu semua orang mendapatkan maklumat agar menutup setiap jendela
cinta di negeri kita. Dan setelah semua ini, kau datang agar kita bisa
memulainya kembali untuk menyucikan hati dari segala keresahannya dan
reruntuhan hari-hari penuh luka.
Kita
datang untuk menanam pepohonan baru di sepanjang jalan angan-angan kita. Zaman
kita telah merampas leher-leher setiap pepohonan. Hingga kebisuan, ketakutan,
dan penderitaan menjadi seperti hantu yang terus mengejar kita disetiap tempat.
Tetapi kita justru kembali dengan mengibarkan bendera kedurhakaan pada hidup
ini, agar kita bisa kembali pada sungai-sungai yang keras. Inilah kedamaian
yang diam-diam menuju pada kegelapan gua hari-hari kita.
Aku
bukanlah penghayal, juga bukan pemimpi atau pula orang gila yang berusaha untuk
melihat reruntuhan sebagai pepohonan, atau gurun sahara sebagai sungai. Namun
aku selalu yakin bahwa kita bisa melihat dunia dari dalam diri kita. Kita bisa
melihat keindahan di dalam hati kita sebelum kita melihatnya pada wajah manusia.
Rumput-rumput keburukan itu tumbuh pertama kali dalam jiwa-jiwa kita, lalu
perlahan menyebar pada segala sesuatu di sekitar kita.
Seseorang
yang menanam keburukan tidak akan bisa menjadi bumi yang indah. Karena
rerumputan tidak mungkin menumbuhkan bunga. Sedangkan bunga tidak akan pernah
bisa menerima untuk hidup diantara rerumputan. Satu tahun telah berlalu.
Kemarilah dan kita peluk ia bersama-sama. Dan mari kita sambut dengan
lembaran-lembaran baru sambil mengimpikan dunia baru, yang di sana tidak ada
tempat bagi suatu keburukan.